Sabtu, 28 Oktober 2017

Tulisan 4

Misi Penyelamatan

Aku sudah dua puluh jam disini, hanya angin, kicauan burung di atas pohon tinggi, dan lambaian dedaunan yang menemani ku. Kadal di depan ku yang sudah lebih dari 3 jam ada pada jarak pandang ku, ia tidak tahu keberadaan ku yang jaraknya tak lebih dari 50 centimeter.

1.500 meter disana, di bawahku tampak bangunan dari material-material kayu yang kokoh beratap sirap. Bangunnya kurang terawat. Disana tidak satu pun yang menampakkan batang hidung. Sepertinya kosong tak berpenghuni. Bangunan itu tampak sudah tua. Namun cukup untuk bisa bertahan sekita 10 tahun lagi.

Dan informasi yang ku dapat justru ini adalah tempat penting. Tak sebanding dengan tongkrongannya. Tetapi mengingat ia ada di sebuha lembah nanjauh disana ditengah rimba, buat ku ini sangat masuk akal. Sesuatu rahasia dioperasikan, dikomunikasi, dan dipantau ditempat yang juga sangat rahasia. Rumah ini salah satunya.

Hanya hela nafas yang aku lakukan dan terus mencoba menahan diri menjaga badanku tetap tak bergeming, agar badanku tak bergerak walau hanya satu centi pun, kecuali kepala, tangan dan telunjuk tangan kanan ku. Mata ku terus terpasang pada sebuah garis silang tegak dan horizontal berwarna kuning ke emasan yang tertera pada kaca bulat teleskop yang ujungnya menempel alis mataku. Aku terus menyipitkan mata dan menutup mataku yang sebelah lagi manakala aku dekatkan kepada teleskop itu.

Aku sudah memperhitungkannya dengan sangat meyakinkan. Jangkauan target, arah angin, kecepatan angin, ketinggian dimana aku berada dengan target sehingga aku mendapat kemiringan sudut tembak dan temperatur disekitarnya menjadi penentu yang membuatku tepat ada dilokasi keberandaan ku sekarang.

Sama...seperti sejak 20 jam yang lalu, tak ada apapun. Gubuk yang terpantau ketat oleh mataku di balik teleskop itu tak menunjukkan pergerakkan sekitipun. Pintu dan jendela diam, tak bergerak walau terlihat daun-daun bergoyang oleh angin lembah yang saat itu meniupnya lebih kencang.

Posisi ku sejajar dengan tanah. Didepanku, sudah posisi siap sebuah senjata laras panjang. Bila kalian coba merentangkan tangan kalian maka senjata ini lebih panjang sekitar 20 cm, tepatnya 1.722 mm. Beratnya lumayan. Bagi yang tidak biasa membawanya mungkin bisa menjadikan sakit pinggang, sekitar 19,5 kg. Teleskop menempel kuat di punggungnya, yang sejak tadi tak pernah lepas jauh dari mataku. Aku sengaja tidak memilih model SS2 karena jarak jangkaunya hanya 500 meter. Sementara aku harus menyelesaikan misi dari jarak 1.500 meter sebagaimana posisiku sekarang berada.

Aku bukan maestro sniper terbaik yang diakui dunia, sebagaimana sosok idolaku sniper legendaris Indonesia yang diakui dunia, Tatang Koswara. Yang aku tahu aku dipilih untuk menyelesaikan misi ini dari jarak yang tak pernah aku duga, 1500 meter, ditempat dan situasi berbeda. Jarak sasaran seperti ini biasanya ditugaskan kepadaku dalam tugas pengamanan di Afganistan dalam misi perdamaian dunia. Kali ini tidak. Misi ini justru diembankan kepadaku di negeri ku sendiri. Punggung, kepala, dan seluruh bagian atas tubuhku tertutup daun-daun dan ranting. Juga oleh baju yang luarnya belapis benang goni, dan bahan-bahan mirip daun dan ranting termasuk juga warnanya. Baju ini namanya Ghillie suit, pakaian khusus untuk kamuplase.

Dan pakaian ini sangat bagus karena sudah anti sinar inpra merah. Bahaya jika musuh ada yang menggunakan infra merah karena bisa sangat mudah membuat posisi persembunyianku terbongkar. Bukannya aku yang memburu justru aku yang sebaliknya, diburu. Sepintas tak mungkin mata akan bisa mengetahui apakah ada orang atau tidak disini. Kadal pun tidak. Kecuali aku sendiri, dan tuhan.

Aku terlatih untuk melakukan kamuplase. Keberadaan harus tersembunyi. Ada namun tersamar. Dan sekali peluru lepas maka berarti satu nyawa harus terhempas. Aku yakin tugasku sangat mulia, mengorbankan satu nyawa untu melindungi ribuan bahkan jutaan korban. Keburukan yang kuat bisa membunuh secara keji hanya dengan jentikkan jari. Itulah sebabnya aku ada disini.

Keberadaanku bukan untuk mengacaukan situasi tapi lebih dari itu. Peluru yang harus aku lepaskan tidak boleh meleset, tepat di titik dimana orang harus meregang nyawa menyambut kematiannya dalam sekali tekan pemicu. Targetnya adalah seseorang yang ditandai oleh seseorang, yang aku juga tidak mengenalnya, yang nanti akan memberi kode isyarat kepada ku. Yang pasti ia seorang mavia narkotika Internasional yang sudah memasukkan barang haram itu ke Indonesia. Sebenarnya aku tak perlu tahu siapa sasarannya. Yang aku tahu adalah menyelesaikan misi dengan cepat dan akurat. Yang aku tahu adalah laksanakan tugas, lalu hilang bak ditelan angin.

Rerumputan hijau menghampar bak permadani berwarna hijau. Ada yang hijau tua ada pula yang hijau muda. Bunga-bunga berwarna-warni muncul dibalik dedaunan meskipun jarang-jarang. Pohon-pohon disana-sini berdiri tinggi menjulang seakan-akan berlomba untuk mendapatkan sinar matahari. Terlihat sungai mengalir membelah bumi, memisahkan aku dengan targetku. Aku berseberangan. Berada jauh di atas, disebuah hutan.

Gubung itu tersambung dengan jalan berbatu. Tak ada lagi jalan selain menuju ke gubuk itu. Rupanya itu adalah jalan yang sengaja diperuntukan oleh si empunyanya hanya untuk mengarah kerumah itu. Adapun jalan lanjutanya hanya memutari lapangan seluas lapang sepak bola penuh rumput. Jalan itu buntu. Maka untuk kembali harus mealui jalan itu pula.

Untungnya angin bersahabat. Cuaca sangat mendukung untuk misiku. Kebanyak pohon diseberang sana adalah pohon pinus. Namun tidak menghalangi pandanganku untuk mengawasi dan membidik ke arah sasaran. Aku bisa mengawasi leluasa 180 derajat dalam posisi ku saat ini. Suasana alamnya begitu indah. Saat tak bertugas, situasi seperti inilah yang aku cari. Makanya aku rutin menyusur puncak-puncak gunung. Tiada lain untuk mendapatkan kenikmatan saat memandang keindahan alam yang membentang, yang tampak saat kulewati, yang terjagkau oleh pandanganku saat dipuncak gunung. Hanya saja sekarang keindahan ini justru mimpi buruk buat dia yang ada dalam teleskop senjataku.

Terlihat 3 mobil rover hitam, cukup mewah datang. Dengan kecepatan tingi melaju dijalan berbatu yang sudah parah itu. Namun tidak jmenjadi kendala buat mereka. Mobi itu berhenti dihalaman gubuk itu. Turun dari dari mobil depan 4 orang berkacamata hitam dan baju seba hitam, ditangannya siap senjata, dan psitol. Dimobil kedua juga demikian, ada 4 orang hanya saja yang 3 mengawal 1 orang yang tak mengenakan senjata. Dari obil paling belakang turun juga 4 orang. Aku salah menduga. Aku pikir karena tidak terlihat tanda-tanda ada orang, ternyata keluar sosok yang cukup sportif memakai jas hitam kulit kelur. Ia cukup gagah. Dan sosoknya bukan orang biasa. Ia dikawan dengan 6 orang bersenjata laras panjang hiatm, yang jelas buka buatan pindad. Pasti senjata ilegal. 4 orang yang turun dari mobil belankang langusng siap siaga engarahkan moncongnya dari jauh kearah pegawal sibapak tua. balalalamlamalma

=============////////

Msaih belum ada siapa yang akan meberi petunjuk. Beradu nego seperti....Akhrinya ada satu orang yang meberi kode dari pengawal si tua. Hanya saja saat kekang mau ditaring, si tbpk tua keburu ada yang memnebak. Situasi kacau. Ternyata juga ada sniper lain yang juga mengemban misi. Sitasi yang sulit menyuitkan juga misi ku.meskipun akhrinya berhasil. Ternyata dia juga sudha menyiapkan pembunuh bayaran untuk enembak si tuan. Hanya saj akeduanya matikarena ia mavia. Yang satu nagih, yang satu terpojok karena barangya keburu ketahuan polisi. Smeuanya mati. \ Aku meyadari. Misiku bukan menyelamatkan satu orang tapi diantara 2 orang. Msisku adalah penyelamatan jutaan anak bangsa agar tidak lagi menjadi korban narkoba. ----------------/// (Tulisan ini masih sepotong---masih jauh---tapi ngantuk....lain kali sambung lagi ahhhh) Ayo biasakan membaca. Kang Sun Novel.

Catatan : Minggu, 29/10/2017, jam 01.15
Dalam tulisan 4 sudah ada judul
isinya sudah lebih banyak dan lebih lengkap

Saksikan perkembangan Proses Pembuatan Novel Ini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar